PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN
TEKNOLOGI
Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada hakekatnya ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun peradaban bangsa. Sejalan
dengan paradigma baru di era globalisasi yaitu Tekno-Ekonomi (Techno-Economy Paradigm), teknologi
menjadi faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan kualitas hidup suatu
bangsa. Implikasi paradigma ini adalah terjadinya proses transisi perekonomian dunia yang semula
berbasiskan pada sumber daya (Resource Based Economy) menjadi perekonomian yang berbasiskan
pengetahuan (Knowledge Based Economy/KBE). Pada KBE, kekuatan bangsa diukur dari kemampuan
iptek sebagai faktor primer ekonomi menggantikan modal, lahan dan energi untuk peningkatan daya
saing.
Pembangunan iptek merupakan sumber terbentuknya iklim inovasi yang menjadi landasan bagi
tumbuhnya kreativitas sumberdaya manusia (SDM), yang pada gilirannya dapat menjadi sumber
pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Selain itu iptek menentukan tingkat efektivitas dan efisiensi
proses transformasi sumberdaya menjadi sumberdaya baru yang lebih bernilai. Dengan demikian
peningkatan kemampuan iptek sangat diperlukan untuk meningkatkan standar kehidupan bangsa dan
negara, serta kemandirian dan daya saing bangsa Indonesia di mata dunia.
A. PERMASALAHAN
Lemahnya daya saing bangsa dan kemampuan iptek ditunjukkan oleh sejumlah indikator, antara
lain:
Rendahnya kemampuan iptek nasional dalam menghadapi perkembangan global menuju
KBE. Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam laporan UNDP tahun 2001 menunjukkan tingkat
pencapaian teknologi Indonesia masih berada pada urutan ke 60 dari 72 negara. Sementara itu,
menurut World Economic Forum (WEF) tahun 2004, indeks daya saing pertumbuhan (growth
competitiveness index) Indonesia hanya menduduki peringkat ke-69 dari 104 negara. Dalam indeks daya
saing pertumbuhan tersebut, teknologi merupakan salah satu parameter selain parameter ekonomi
makro dan institusi publik. Rendahnya kemampuan iptek nasional juga dapat dilihat dari jumlah
paten penemuan baru dalam negeri yang didaftar di Indonesia hanya mencapai 246 buah pada tahun
2002, jauh lebih rendah dibanding paten dari luar negeri yang didaftarkan di Indonesia yang
berjumlah 3.497 buah.
Rendahnya kontribusi iptek nasional di sektor produksi. Hal ini antara lain ditunjukkan
oleh kurangnya efisiensi dan rendahnya produktivitas, serta minimnya kandungan teknologi dalam
kegiatan ekspor. Pada tahun 2002, menurut indikator iptek Indonesia tahun 2003, ekspor produk
industri manufaktur didominasi oleh produk dengan kandungan teknologi rendah yang mencapai 60
persen; sedangkan produk teknologi tinggi hanya mencapai 21 persen. Sementara itu produksi
barang elektronik yang dewasa ini mengalami peningkatan ekspor, pada umumnya merupakan
kegiatan perakitan yang komponen impornya mencapai 90 persen.
Bagian IV.22 – 1
Belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek yang menjembatani interaksi antara
kapasitas penyedia iptek dengan kebutuhan pengguna. Masalah ini dapat terlihat dari belum
tertatanya infrastruktur iptek, antara lain institusi yang mengolah dan menterjemahkan hasil
pengembangan iptek menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem
produksi. Disamping itu, masalah tersebut dapat dilihat dari belum efektifnya sistem komunikasi
antara lembaga litbang dan pihak industri, yang antara lain berakibat pada minimnya keberadaan
industri kecil menengah berbasis teknologi.
Lemahnya sinergi kebijakan iptek, sehingga kegiatan iptek belum sanggup memberikan hasil
yang signifikan. Kebijakan bidang pendidikan, industri, dan iptek belum terintegrasi sehingga
mengakibatkan kapasitas yang tidak termanfaatkan pada sisi penyedia, tidak berjalannya sistem
transaksi, dan belum tumbuhnya permintaan dari sisi pengguna yaitu industri. Disamping itu
kebijakan fiskal juga dirasakan belum kondusif bagi pengembangan kemampuan iptek.
Masih terbatasnya sumber daya iptek, yang tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan
kesenjangan pendidikan di bidang iptek. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2001 adalah 4,7
peneliti per 10.000 penduduk, jauh lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7. Selain itu rasio
anggaran iptek terhadap PDB sejak tahun 2000 mengalami penurunan, dari 0,052 persen menjadi
0,039 persen pada tahun 2002. Rasio tersebut jauh lebih kecil dibandingkan rasio serupa di ASEAN,
seperti Malaysia sebesar 0,5 persen (tahun 2001) dan Singapura sebesar 1,89 persen (tahun 2000).
Sementara itu menurut rekomendasi UNESCO, rasio anggaran iptek yang memadai adalah sebesar 2
persen. Kecilnya anggaran iptek berakibat pada terbatasnya fasilitas riset, kurangnya biaya untuk
operasi dan pemeliharaan, serta rendahnya insentif untuk peneliti. Lemahnya sumber daya iptek
diperparah oleh tidak adanya lembaga keuangan modal ventura dan start-up capital yang diperlukan
untuk sumber pembiayaan inovasi-inovasi baru.
Belum berkembangnya budaya iptek di kalangan masyarakat. Budaya bangsa secara
umum masih belum mencerminkan nilai-nilai iptek yang mempunyai penalaran obyektif, rasional,
maju, unggul dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka
mencipta daripada sekedar memakai, lebih suka membuat daripada sekedar membeli, serta lebih suka
belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada.
Belum optimalnya peran iptek dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup.
Kemajuan iptek berakibat pula pada munculnya permasalahan lingkungan. Hal tersebut antara lain
disebabkan oleh belum berkembangnya sistem manajemen dan teknologi pelestarian fungsi
lingkungan hidup. Sistem tersebut akan mendorong pengembangan dan pemanfaatan iptek yang
bernilai ekonomis, ramah lingkungan dan mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya masyarakat
setempat.
Masih lemahnya peran iptek dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam.
Wilayah Indonesia dalam konteks ilmu kebumian global merupakan wilayah yang rawan bencana.
Banyaknya korban akibat bencana alam merupakan indikator bahwa pembangunan Indonesia belum
berwawasan bencana. Kemampuan iptek nasional belum optimal dalam memberikan antisipasi dan
solusi strategis terhadap berbagai permasalahan bencana alam seperti pemanasan global, anomali
iklim, kebakaran hutan, banjir, longsor, gempa bumi dan tsunami.
Bagian IV.22 – 2
B. SASARAN
Sasaran dari Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi adalah:
1. Tumbuhnya penemuan iptek baru sebagai hasil litbang nasional yang dapat dimanfaatkan bagi
peningkatan nilai tambah dalam sistem produksi dan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan secara lestari dan bertanggung jawab.
2. Meningkatnya ketersediaan, hasil guna, dan daya guna sumberdaya (SDM, sarana, prasarana dan
kelembagaan) iptek.
3. Tertatanya mekanisme intermediasi untuk meningkatkan pemanfaatan hasil litbang oleh dunia
usaha dan industri, meningkatnya kandungan teknologi dalam industri nasional, serta
tumbuhnya jaringan kemitraan dalam kerangka sistem inovasi nasional.
4. Terwujudnya iklim yang kondusif bagi berkembangnya kreativitas, sistem pembinaan dan
pengelolaan hak atas kekayaan intelektual, pengetahuan lokal, serta sistem standarisasi nasional.
C. ARAH KEBIJAKAN
Arah kebijakan dalam Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi adalah
untuk:
1. Mempertajam prioritas penelitian, pengembangan dan rekayasa iptek yang berorientasi pada
permintaan dan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha dengan roadmap yang jelas.
2. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas iptek dengan memperkuat kelembagaan, sumberdaya
dan jaringan iptek di pusat dan daerah.
3. Menciptakan iklim inovasi dalam bentuk pengembangan skema insentif yang tepat untuk
mendorong perkuatan struktur industri.
4. Menanamkan dan menumbuhkembangkan budaya iptek untuk meningkatkan peradaban
bangsa.
D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Arah kebijakan Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi difokuskan pada
enam bidang prioritas yaitu: (i) pembangunan ketahanan pangan, (ii) penciptaan dan pemanfaatan
sumber energi baru dan terbarukan, (iii) pengembangan teknologi dan manajemen transportasi, (iv)
pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, (v) pengembangan teknologi pertahanan, dan
(vi) pengembangan teknologi kesehatan dan obat-obatan; yang dijabarkan ke dalam program-
program pembangunan sebagai berikut :
1. PROGRAM PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Tujuan program ini adalah meningkatkan fokus dan mutu kegiatan penelitian dan pengembangan
di bidang ilmu pengetahuan dasar, terapan, dan teknologi sesuai dengan kompetensi inti dan
kebutuhan pengguna.
Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi:
1. Penelitian dan pengembangan riset dasar dalam rangka penguasaan ilmu pengetahuan;
Bagian IV.22 – 3
2. Penelitian dan pengembangan bioteknologi dalam pertanian, peternakan, kesehatan; teknologi
kelautan; energi baru dan terbarukan, termasuk nuklir; teknologi informasi; teknologi dirgantara
dan antariksa; teknologi transportasi; teknologi pertahanan; teknologi air bersih; teknologi
elektronika; sistem informasi spasial; mitigasi bencana; dan litbang bidang tematis lainnya;
3. Penelitian dan pengembangan di bidang pengukuran, standardisasi, pengujian dan mutu;
4. Pengembangan iptek tepat guna bagi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup secara berkelanjutan;
5. Penelitian dan pengembangan untuk peningkatan pemahaman terhadap fenomena alam,
karakteristik ekosistem daratan dan perairan serta keragaman sumberdaya alam baik sumberdaya
hayati maupun non-hayati, di darat dan di laut;
6. Penelitian dan pengembangan di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, hukum dan lain-
lain sebagai masukan ilmiah dalam penyusunan kebijakan pemerintah (policy linked science).
2. PROGRAM DIFUSI DAN PEMANFAATAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Tujuan program ini adalah mendorong proses diseminasi hasil litbang serta pemanfaatannya oleh
dunia usaha, industri, dan masyarakat.
Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi:
1. Diseminasi hasil litbang ke dunia usaha, industri dan masyarakat melalui penyediaan informasi
iptek dan komersialisasi teknologi;
2. Penyediaan jasa konsultasi dan asistensi teknis antara lain melalui pengembangan liaison officer
untuk membantu kebutuhan solusi teknologi bagi industri dan pemerintah daerah;
3. Pengembangan sistem komunikasi, koordinasi dan pola kemitraan antar kelembagaan iptek
(lembaga litbang, perguruan tinggi, dunia usaha dan lembaga pendukung) baik di dalam maupun
luar negeri;
4. Peningkatan partisipasi pemerintah daerah dan pengembangan pola kemitraan iptek antara pusat
dan daerah, serta antar daerah;
5. Pengembangan prasarana untuk mendukung penerapan standar dan penilaian kesesuaian atas
mutu produk pelaku usaha;
6. Peningkatan apresiasi dan peran serta masyarakat dalam pembudayaan iptek, antara lain melalui
pengembangan techno-education; techno-exhibition; techno-entertainment; dan techno-preneurship serta
pengembangan inovasi dan kreativitas iptek masyarakat.
7. Pengembangan dan pemanfaatan iptek berbasis kearifan tradisional (traditional knowledge) serta
sumberdaya lokal;
8. Pemanfaatan peta dan informasi spasial untuk penetapan batas antar negara dan antar daerah.
3. PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Tujuan program ini adalah meningkatkan kapasitas dan kapabilitas lembaga iptek dalam
pertumbuhan ekonomi nasional.
Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi:
1. Revitalisasi dan optimalisasi kelembagaan iptek termasuk akreditasi pranata litbang;
2. Pengembangan pusat-pusat iptek (science center) di pusat dan daerah, dan aktualisasi peran unit
inkubator dan unit pelayanan teknis dalam fungsi intermediasi;
3. Optimalisasi kinerja Dewan Riset Daerah (DRD) dalam penentuan produk unggulan daerah dan
perumusan kebijakan pengembangan iptek daerah;
Bagian IV.22 – 4
Bagian IV.22 – 5
4. Pengembangan dan penerapan fungsi pengawasan kegiatan penelitian, pengembangan dan
penerapan teknologi beresiko tinggi termasuk tenaga nuklir melalui pembinaan pengguna,
pelayanan masyarakat, penegakan hukum, pencegahan kecelakaan maupun kesiapsiagaan nuklir;
5. Peningkatan sistem manajemen iptek terpadu, termasuk penyempurnaan peraturan yang
mendukung komersialisasi hasil litbang, pengelolaan hak atas kekayaan intelektual (HKI), standar
mutu, keamanan produksi, dan lingkungan;
6. Penyempurnaan sistem insentif dan pola pembiayaan iptek;
7. Peningkatan keterlibatan organisasi profesi ilmiah, perguruan tinggi serta masyarakat dalam
memperkuat landasan etika dalam perumusan kebijakan iptek;
8. Penyusunan indikator dan statistik iptek nasional;
9. Peningkatan kuantitas dan kualitas, serta optimalisasi dan mobilisasi potensi SDM iptek melalui
kerjasama nasional maupun internasional.
4. PROGRAM PENINGKATAN KAPASITAS IPTEK SISTEM PRODUKSI
Tujuan program ini adalah mendorong peningkatan kapasitas teknologi pada sistem produksi di
dunia usaha dan industri serta peningkatan sinergi antar berbagai komponen sistem inovasi.
Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah :
1. Percepatan proses transformasi industri yang berbasis sumber daya lokal dan padat teknologi;
2. Pengembangan dukungan pranata regulasi dan kebijakan yang kondusif dalam bentuk insentif
pajak, asuransi teknologi bagi usaha kecil, menengah, dan koperasi;
3. Pengembangan lembaga keuangan modal ventura dan start-up capital, serta membuat aturan
kontrak riset yang kompatibel;
4. Pengembangan technopreneur, antara lain melalui usaha baru berbasis hasil litbang dengan wadah
inkubator-teknologi;
5. Pembinaan dan pelaksanaan audit/assessment teknologi;
6. Peningkatan peran pranata metrologi dan pengujian untuk perumusan pengembangan dan
penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI);
7. Peningkatan kemampuan industri kecil menengah dan koperasi yang berbasis teknologi melalui
pemanfaatan jaringan sistem informasi teknologi dan asistensi teknis, pelatihan kerja, mendorong
kemitraannya dengan industri besar, dan mengembangkan berbagai sistem insentif.
0 komentar:
Posting Komentar